Ungkapan Dalam Sabab Al-Nuzul dan Urgensi Sabab Al-Nuzul

MAKALAH ULUM AL-QUR’AN
UNGKAPAN DALAM SABAB AL-NUZUL DAN URGENSI ASBAB AL-NUZUL


Dosen Pengampu:
Dra. Hj. Siti Nurjanah, M.Ag

stain-metro


Disusun Sebagai Tugas Kelompok 2
oleh:
Nama                                                  NPM
Roby Agus Hariyanto                        (1286813)

PROGRAM AL-AHWAL ASY-SYAKSHIYYAH  (AS)
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
 JURAI SIWO METRO

TA. 2013

KATA PENGANTAR


k11

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillahirobil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulisan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok yang telah di berikan oleh ibu Dra. Hj. Siti Nurjanah, M.Ag. Selaku dosen dari materi Ulum Al-Qur’an. Atas tersusunnya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb


Metro, 18 April 2013

                                                                                            Penulis


DAFTAR ISI
      
HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
UNGKAPAN DALAM SABAB AL-NUZUL DAN URGENSI
ASBAB AL-NUZUL
A.    Ungkapan-Ungkapan Sabab Al-Nuzul…………..........……..... 2
B.     Urgensi Mempelajari Asbab Al-Nuzul……..............…………...... 4
BAB III KESIMPULAN............................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 8
BAB I
PENDAHULUAN


Dewasa ini, Al-Qur’an bukanlah merupakan sebuah “buku” dalam pengertian umum saat ini. Al-Qur’an diwahyukan kapada Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Seperti yang diyakini sekarang, pewahyuan Al-Qur’an secara sekaligus adalah sesuatu yag tidak mungkin, karena pada kenyataannya Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk bagi kaum muslimin secara berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan yang timbul.
Oleh karena itu, sebagian tugas untuk memahami pesan Al-Qur’an sebagai kesatuan yang tidak bisa dipisahkan untuk memahaminya dalam konteks latar belakangnya. Latar belakang yang paling dekat adalah kegiatan dan perjuangan Nabi yang terus berusaha untuk menyampaikan ajaran agama Islam. Hal tersebut berlangsung selama 23 tahun dibawah bimbingan Al-Qur’an. Terhadap perjuangan Nabi yang secara keseluruhan sudah terpapar dalam sunnahnya, kita perlukan pemahaman dalam konteks persepektif di Arab pada masa awal penyebaran agama Islam karena aktivitas Nabi berada di dalamnya. Dengan demikian, adat istiadat, lembaga-lembaga serta pandangan hidup bangsa Arab pada umumnya menjadi perlu diketahui dalam rangka mengetahui aktivitas Nabi. Situasi pra Islam perlu diketahui secara mendalam. Tanpa memahami hal tersebut, pesan Al-Qur’an sebagai pesan kebutuhan tidak akan dapat dipahami. Orang akan salah menangkap pesan-pesan Al-Qur’an secara utuh, jika hanya memahami bahasanya saja tanpa memahami sejarahnya. Agar dapat dipahami secara utuh Al-Qur’an harus dicerna dalam konteks perjuangan Nabi dan latar belakang perjuangannya. Oleh sebab itu, berkenaan dengan memahami  Al-Qur’an, salah satu hal terpenting adalah dengan mempelajari atau mengetahui asbabul al-nuzul.
Dalam mempelajari asbab al-nuzul, terdapat beberapa hal yang perlu dipelajari. Hal tersebut antara lain sebagai berikut yang akan dibahas di dalam makalah ini. Yaitu “Ungkapan-ungkapan Sabab Al-Nuzul, dan Urgensi Asbab Al-Nuzul”.
BAB II
PEMBAHASAN
UNGKAPAN DALAM SABAB AL-NUZUL DAN URGENSI ASBAB AL-NUZUL


A.      Ungkapan-Ungkapan Sabab Al-Nuzul
Ungkapan-ungkapan yang  digunakan para sahabat untuk menunjukan sebab turunnya Al-Qur’an tidak selamanya sama. Ungkapan-ugkapan itu ada beberapa bentuk sebagai berikut:[1]
a.         Sabab al-nuzul disebutkan dengan ungkapan yang jelas, seperti:
   سبب نزو ل هذ ه الا ية كذا  (sebab  turunya ayat ini demikian). Ungkapan ini secara definitif menunjukan sabab al-nuzul dan tidak mengandung kemungkinan makna lain.
b.      Sabab al-nuzul  tidak ditunjukan dengan lafal sabab, tetapi dengan mendatangkan lafal (ڧ) yang masuk kepada ayat dimaksud secara langsung setelah pemaparan suatu peristiwa atau kejadian. Ungkapan seperti  ini juga menunjukan bahwa peristiwa itu adalah sebab bagi turunnya ayat tersebut.  Misalnya ialah sabab al-nuzul  yang diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir. Jabir berkata: “orang-orang Yahudi berkata:  “Barang siapa yang menggauli isterinya pada kubulnya dari arah duburnya, anaknya kan lahir dengan keadaan juling”. Maka  Allah menurunkan ayat QS. Al-Baqarah: 223 sebagai berikut.
öNä.ät!$|¡ÎS Ó^öym öNä3©9 (#qè?ù'sù öNä3rOöym 4¯Tr& ÷Läê÷¥Ï© ( (#qãBÏds%ur ö/ä3Å¡àÿRL{ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur Nà6¯Rr& çnqà)»n=B 3 ̍Ïe±o0ur šúüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËËÌÈ  
isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
c.         Sabab Al-nuzul dipahami secara pasti dari konteksnya. Dalam hal ini, Rasul ditanya orang, maka ia diberi wahyu dan menjawab pertanyaan itu dan menjawab pertanyaan itu dengan ayat yang baru diterimanya. Para mufassir tidak menunjukan sabab turunnya dengan lafal sabab al-nuzul dan tidak dengan mendatangkan (ڧ). Akan tetapi sabab al-nuzulnya dipahami melalui konteks dan jalan ceritanya, seperti sebab turunnya ayat tentang ruh yang diriwayatkan oleh ibn mas’ud terdahulu.
d.        Sabab al-nuzul tidak disebutkan dengan ungkapan sebab secara jelas, tidak dengan mendatangkan (ڧ) yang menunjukan sebab, dan tidak pula berupa jawaban yang dibangun atas dasar pertanyaan. Akan tetapi, dikatakan: سبب نزو ل هذ ه الا يةڧ كذا ungkapan seperti ini tidak secara definitif menunjukan sebab, tetapi ungkapan ini mengandung makna sebab dan makna lainnya, yakni tentang kasus hukum  kasus atau persoalan yang sedang dihadapi. Al-Zakasyi  menyebutkan bahwa telah dimaklumi dari kebiasaan para sahabat dan para tabi’in bahwa jika salah seorang mereka berkata: “Ayat ini diturunkan tentang demikian, maka sesungguhnya ia maksudkan ayat ini mengandung hukum ini,  dan ini bukan sebab bagi turunnya ayat tersebut. Namun, menurut Al-Zarqani, satu-satunya  jalan untuk menentukan salah satu dari dua makna yang terkandung dalam ungkapan-ungkapan itu adalah konteks pembicaraannya. Tampaknya, Al-Zarqani telah memberikan jalan tengah untuk menyelesaikan persoalan ini. Selanjutnya, Al-zarqani menjelaskan bahwa jika ditemukan dua ungkapan tentang persoalan yang sama, salah satu daripadanya secara nash menunjukan sebab turunnya suatu ayat atau sekelompok ayat, sedang lainnya tidak demikian, maka diambil ungkapan  yang pertama dan yang lainnya dianggap penjelasan bagi hukum yang terkandung dalam ayat tersebut. Misalnya ialah riwayat muslim dari Jabir tentang sabab turunnya ayat             Nä3©9   ^öym  Nä.ät!$|¡ÎS   yang telah lalu dari riwayat Al-Bukhari  daru Ibn umar. Ibn umar berkata “ayat :  Nä3©9   ^öym  Nä.ät!$|¡Î   diturunkan pada masalah mendatangi (menggauli) perempuan pada dubur mereka”.

Menurut Al-Zarqani, yang  menjadi pegangan dalam menerangkan sebab turunnya ayat tersebut adalah riwayat jabir, karena riwayatnya bersifat naqli  dan jelas menunjukkan sebab. Sedangkan riwayat Ibn Umar merupakan istinbath (penggalian hukum) dan dipahamkan sebagai penjelasan bagi hukum mendatangi (menggauli) isteri-isteri pada dubur mereka, yaitu haram.

B.       Urgensi Mempelajari Asbab Al-Nuzul
Secara terinci, Al-Zarqani menyebutkan tujuh macam kegunaan atau manfaat asbabul-nuzul sebagai berikut:[2]
a.         Pengetahuan tentang sabab al-nuzul membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan Allah secara khusus mensyari’atkan agama-Nya melalui Al-Qur’an. Pengetahuan yang demikian akan memberi manfaat bagi orang mukmin maupun non-mukmin.
b.         Pengetahuan tentang asbabul al-nuzul  membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitannya.
c.         Pengetahuan tentang sabab al-nuzul dapat menolak dugaan adanya bashr (pembatasan) dalam ayat yang menurut lahirnya mengandung bashr (pembatasan).
d.        Pengetahuan tentang sabab al-nuzul dapat mengkhususkan (takhshish) hukum pada sebab menurut ulama yang memandang bahwa yang mesti diperhatikan adalah kekhususan sebab bukan keumuman lafal.
e.         Dengan mempelajari sabab al-nuzul diketahui pula bahwa sebab turunnya ayat tidak pernah keluar dari hukum yang terkandung dalam ayat sekalipun datang mukhashishnya (yang paling mengkhususkannya).
f.          Dengan sabab al-nuzul, diketahui orang yang ayat tertentu turun padanya secara tepat sehingga tidak terjadi kesamaran.
g.         Pengetahuan tentang sabab al-nuzul akan mempermudah orang menghafal ayat-ayat Al-Qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika ia mengetahui sebab turunnya.

Adapun manfaat mengetahui Asbabun nuzul menurut sebagian ulama ada beberapa manfaat mengetahui dan memahami asbabul nuzul. Diantara ulama yang berpendapat seperti itu adalah:[3]
1.         Ibnu Al-daqiq (w. 702 H)
Menyatakan bahwa mengetahui Asbabul Nuzul ayat merupakan metode yang utama dalam memahami pesan yang terkandung dalam Al-Quran.
2.         Ibnu Taimiyah (w. 726)
Menyatakan bahwa mengetahui Asbabun Nuzul  akan membantu dalam memahami  ayat Al-Quran, karena mengetahui sebab maka mengetahui musabab.
3.         Al-Wahidi (w. 427 H)
Menyatakan sebagaimana dikutip oleh As-Sayuthi bahwa tidak mungkin seseorang dapat menafsirkan suatu ayat tanpa mengetahui sejarah turunnya dan latar belakang masalahnya.

Selain yang disebutkan di atas, memahami asbab al-nuzul dengan baik akan memberi manfaat juga sebagai berikut:[4]
a.         Mengetahui hikmah dan rahasia diundangkannya sebuah hukum dan perhatiaan syari’at terhadap kepentingan umum tanpa membedakan etnik, jenis kelamin, dan agama.
b.         Mengetahui asbab al-nuzul  dapat membantu dalam mendapatkan kejelasan tentang beberapa ayat.
c.         Akan membantu seseorang untuk melakukan pengkhususan hukum terbatas pada sebab-sebab tertentu, terutama ulama-ulama yang menganut kaidah-kaidah khusus.
d.        Pemahaman asbab al-nuzul dapat membantu seseorang lebih memahami apakah suatu ayat berlaku umum atau berlaku khusus, serta dalam hal apa ayat itu harus diterapkan.




BAB III
KESIMPULAN


Berdasarkan uraian dalam pembahasan, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
a)        Ungkapan-ungkapan sabab al-nuzul, antara lain adalah sabab al-nuzul disebutkan dengan ungkapan yang jelas, sabab al-nuzul  tidak ditunjukan dengan lafal sabab, sabab al-nuzul dipahami secara pasti dari konteksnya, dan sabab al-nuzul tidak disebutkan dengan ungkapan sebab secara jelas, tidak dengan mendatangkan (ڧ) yang menunjukan sebab, dan tidak pula berupa jawaban yang dibangun atas dasar pertanyaan.
b)        Urgensi mempelajari sabab al-nuzul, antara lain adalah untuk membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan Allah secara khusus mensyari’atkan agama-Nya melalui Al-Qur’an, membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitannya, dapat menolak dugaan adanya bashr (pembatasan) dalam ayat, dan sebagainya.



DAFTAR PUSTAKA


Anwar, Abu. Ulumul Qur’an. Jakarta: Amzah, 2005.
Izzan, Ahmad. Ulumul Qur’an. Bandung: Tafakur, 2011.
Wahid, Ramli Abdul. Ulumul Qur’an. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002.


[1] Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), hh. 58-60.
[2] Ibid., hh. 60-78.
[3] Abu Anwar, Ulumul Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2005), h. 35.
[4] Ahmad Izzan, Ulumul Qur’an, (Bandung: Tafakur, 2011), hh. 97-99.




Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Al-Qur'an Sebagai Sumber Hukum dan Dalil Hukum