Nilai-Nilai Filosofis dalam Istimbat Hukum

MAKALAH MANDIRI FILSAFAT UMUM
NILAI-NILAI FILOSOFIS DALAM ISTIMBAT HUKUM

Dosen Pengampu:
Dr. Mat Jalil, M. Hum.

stain-metro

Disusun Sebagai Tugas Mandiri
oleh:

Nama         : Roby Agus Hariyanto
NPM : 1286813

PROGRAM AL-AHWAL ASY-SYAKSHIYYAH  (AS)
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
 JURAI SIWO METRO

TA. 2013

KATA PENGANTAR


           Bismillah 09.BMP

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillahirobil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulisan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mandiri yang telah di berikan oleh Bapak Dr. Mat Jalil, M. Hum. Selaku dosen dari materi Filsafat Umum. Atas tersusunnya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Metro, 05 Mei 2013

Penulis


DAFTAR ISI
           

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................    iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A.       Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
B.       Rumusan Masalah.................................................................................... 2
C.       Tujuan Perumusan Masalah..................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................... .... 3 
NILAI-NILAI FILOSOFIS DALAM ISTIMBAT HUKUM.............      3
A.       Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Istimbat Hukum............................ .... 3 
B.       Hubungan Pemikiran Islam Dengan Hukum Islam (Syariah)............ .... 5   
C.       Nilai-Nilai Filosofis Dalam Istimbat Hukum........................................... 6
BAB III KESIMPULAN….............................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA…................................................................................... 12

 BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang Masalah
Dewasa ini filsafat mengambil pandangan hukum yang bersifat teologis yang menyatakan bahwa adanya hukum adalah untuk memenuhi maksud tertentu. Tidak dapat disangkal bahwa pada setiap hukum diorientasikan untuk mencapai tujuan tertentu yang menuntut pelaksanaan.hukum Islam atau syariah adalah system ketuhanan yang dinobatkan untuk menuntun umat manusia didunia ini dan bahagia di akhirat. Urusan dunia ini oleh penentu hukum dipandang dari kerangka kepentingan dunia lain.
Tuhan adalah maha pengasih lagi maha penyayang sifat-sifat ini  tereflesikan benar dengan hukum-Nya. Jadi rahmat merupakan inti syariah dengan konsekuensi bahwa kekuatan yang berlandaskan pada kekuatan dicela dimata Tuhan. Untuk itu manusia harus mengikuti apa yang telah ditentukan oleh Tuhan seperti shalat, zakat, haji, sedekah dan lain halnya yang bersifat memaksa. Namun dalam hal ini kita tak selalu tau apa yang dimaksudkan oleh Tuhan dalam Al-Qur’an .
Oleh karena itu perlu diadakannya istimbat hukum untuk mengetahui dan menetapkan hukum-hukum yang berlaku sesuai dengan diturunkannya Al-Qur’an dan kita pun harus memahami hal-hal apa saja atau nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam istimbat hukum untuk me4ncapai suatu keadilan yang berguna untuk menegakkan perdamaian didunia ini dan mendapatkan kesenangan di akhirat.






B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat penulis tentukan adalah sebagai berikut:
a.         Apa saja hal-hal yang berkaitan dengan istimbat hukum ?
b.         Bagaimana hubungan pemikiran Islam dengan  hukum Islam (syariah) ?
c.         Bagaimana nilai-nilai filosofis dalam istimbat hukum ?

C.      Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari perumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
a.         Untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan istimbat hukum.
b.         Untuk mengetahui hubungan pemikiran Islam dengan hukum Islam (syariah).
c.         Untuk mengetahui nilai-nilai filosofis dalam istimbat hukum.


BAB II
PEMBAHASAN
NILAI-NILAI FILOSOFIS DALAM ISTIMBAT HUKUM


A.      Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Istimbat Hukum
Pengertian istimbat hukum (ijtihad) adalah:
الاجتهاد: “استفراغ الوسع في طلب الظن بشيء من الأحكام الشرعية على وجه يحس من النفس العجز عن المزيد فيه”
Secara etimologi, ijtihad diambil dari kata al-jahd atau al-juhd, yang berarti al-masyaqat (kesulitan dan kesusahan) dan ath-thaqat (kesanggupan dan kemampuan). Kata al-jahd beserta seluruh derivasinya menunjukkan pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa dan sulit untuk dilaksanakan atau disenangi. Sedangkan secara terminologi, ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih (pakar fiqih Islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalil syara’ (agama).[1]

Ada dua macam istimbat hukum (ijtihad) yaitu sebagai berikut:
1.         Tanqihul manath: penerapan suatu hukum syar’i pada suatu obyek kasus (ijtihad dalam penerapan hukum).
2.         Tahqiqul manath: penggalian hukum syar’i.

Adapun syarat-syarat untuk melakukan istimbat hukum (ijtihad) adalah sebagai berikut:
a)         Mengetahui makna ayat-ayat ahkam secara bahasa dan syara’.
b)        Mengetahui makna hadits-hadits ahkam secara bahasa dan syara’.
c)         Mengetahui nasakh mansukh dalam al-Qur’an dan sunnah.
d)        Mengetahui masalah-masalah ijma’ dan tempat-tempatnya.
e)         Mengetahui qiyas dan syarat-syaratnya, ‘ilat-’ilat hukum dan cara-cara beristimbat dari teks-teks, mashlahat dan pokok-pokok syari’at.
f)         Menguasai bahasa Arab.
g)        Menguasai ushul fiqih.
h)        Menguasai maqashid syari’ah.

Sedangkan Obyek istimbat hukum (ijtihad) adalah sebagai berikut:
1.         Yang tidak boleh dijadikan obyek ijtihad yaitu hukum-hukum yang maklum minaddin biddharurah.
2.         Obyek ijtihad yaitu hukum-hukum yang teksnya dzanni tsubut dan dilalah, atau dzanni salah satunya dan hukum-hukum yang tidak ada teksnya dan juga tidak terdapat ijma’.

Metodologi istimbat hukum antara lain sebagai berikut:
a)         Metodologi istimbat hukum dari masa ke masa meliputi:
ü  Istimbat hukum pada masa Nabi Saw.
ü  Istimbat hukum pada masa sahabat.
ü  Istimbat hukum pada masa imam-imam madzhab.
ü  Istimbat hukum pada masa setelah imam-imam madzhab.
ü  Istimbat hukum di era kontemporer.
b)        Metodologi pengambilan hukum berdasarkan madzhab Hanafi meliputi:
Ø  Al-Qur’an.
Ø  Sunnah.
Ø  Aqwal shahabah (pendapat para sahabat).
Ø  Qiyas (analogi).
Ø  Istihsan.
Ø  Ijma’ (konsensus ulama).
Ø  ‘Urf (tradisi).
c)         Metodologi pengambilan hukum berdasarkan madzhab Maliki meliputi:
v  Al-Qur’an.
v  Sunnah.
v  ‘Amal ahli Madinah.
v  Fatwa shahabat.
v  Qiyas.
v  Mashlah mursalah.
v  Istihsan.
v  Dzarai’.
d)        Metodologi pengambilan hukum berdasarkan madzhab Syafi’i meliputi:
·          Al-Qur’an.
·          Sunnah.
·          Ijma’.
·          Kesepakatan para sahabat.
·          Qiyas.
·          Istishhab.
·          Al-Istiqra’.
·          Al Akhdzu biaqalli ma qila.
e)         Metodologi penggalian hukum berdasarkan madzhab Hambali meliputi:
»    Al-Qur’an.
»    Sunnah.
»    Fatwa shahabat dan tidak ada yang menentang.
»    Memilih diantara pendapat para sahabat yang sesuai dengan kitab dan sunnah, tidak mendahulukan qiyas atas pendapat shahabat.
»    Hadits mursal (yaitu hadits yang perawinya tidak menyebutkan sahabat dalam sanadnya), dan memakai hadits dhai’f yang tidak terbukti sebagai hadits maudhu’ selagi tidak ada dalil lain yang menghalanginya, hadits dhai’f ini didahulukan atas qiyas.
»    Qiyas, dipakai kalau tidak ada riwayat.

B.       Hubungan Pemikiran Islam Dengan  Hukum Islam (Syariah)
Ilmu ushul fiqh, sebagai salah satu kajian hukum Islam, benar-benar didukung oleh pemikiran filosofis, yang karenanya oleh mustafa ‘abd al-raziq diklasifikasikan sebagai salah satu cabang filsafat islam. Juga ilmu nahwu, sebagai salah satu pengaruh rasionalitas Arab yang indah dan dimdikasika dengan pola-pola filsafat, telah diperluas oleh orang-orang basrah melalui teori al-amil ( faktor yang menyebabkan perubahan garamatikal), disamping melalui analogi dan kausalitas yang mereka terapkan.
Jadi kaum muslimin telah berfilsafat. Filsafat mereka erat sekali hubungannya dengan berbagai macam studiilmiah yang mereka lakukan, baik kedokteran dan kimia, falak dan ilmu pasti maupun ilmu hayat dan ilmu hewan. Filsafat meluas keberbagai macam pintu kebudayaan Arab, yang dalam hal ini posisinya tidak berbeda dari posisi filsafat klasik terhadap filsafat modern.[2]

C.      Nilai-Nilai Filosofis Dalam Istimbat Hukum
a.         Keadilan
1.        Berbagai macam pandangan
Kelsen,  mereduksi berbagai doktrin keadilan menjadi dua bentuk dasar yaitu rasionalistis dan metafisis. Ia berkesimpulan bahwa keadilan merupakan teori irasional yang tidak dapat didefenitifkan. Baginya realisasi metafisis dialihkan kedunia lain . menurut Dewey keadilan dianggap sebagai kebajikan yang tidak dapat berubah-ubah, bahkan persaingan wajar dan adil dalam kapitalisme kompetitif-individualistif. Menurut Friedmann keadilan adalah kebutuhan yang tidak mengandung unsur ideologi, prinsip-prinsip yang ditentukan oleh Tuhan harus dipercayai sebagai bagian dari keyakinan agama seseorang.
Oleh karena itu, keadilan mutlak hanya terdapat pada syariah yang didasarkan pada wahyu dan, bahkan, memilih keadilan abadi. Seseorang yang hidup menurut hukum Tuhan harus berbuat adil tidak hanya kepada diri sendiri tetapi juga kepada alam sekitarnya. Allah berfirman: Allah yang menurunkan kitab dengan membawa kebenaran dan neraca ( keadilan). (QS, 42:17).[3]
2.        Keadilan sebagai keadilan suci
Dalam Islam, keadilan memliki pengertian tersendiri. Sama dengan suatu keinginan suci, suatu kewajiban yang dibebabkan kepada manusia untuk dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan jujur. Ini untuk mengidentifikasikan kepentingan-kepentingan seseorang dengan orang lain dan melaksanakan keyakinan itu dengan kesungguhan seolah-olah merupakan ketakwaan. Tidak boleh ada unsursubjektif dalam definisi keadilan. Apa yang dianjurkan oleh islam adalah sikap berfikir yang reflektif dan pendekatan yang objektif tentang masalah yang dihadapi. Karena itu, keadilan adalah kualitas berlaku adil secara moral dan rahmat dalam memberikan kepada setiap manusia akan haknya.
3.        Keadilan Isam
Keadilan Islam mencari motif yang paling dalam yaitu “perbuatan itu ditentukan oleh niat adalah sabda Rasulullah SAW dan kita berbuat seolah-olah dihadapan Allah yang lebih dekat dihadapan kita dibandingkan dengan urat leher kita sendiri dan mengetahui apa yang tersirat  dalam hati kita.
Sesungguhnya keadilan merupakan ikatan yang menyatukan masyarakat dan mentranpormasikan mereka kedalan satu persaudaraan. Sebagai sabda Rosulullah SAW, setiap orang sebagai penjaga dari orang lain dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bersama. Jadi, keadilan merupakan kewajiban yang ditentukan Tuhan.
4.        Standar keadilan mutlak
Para filusuf yunani memulai keadilan berbeda dengan ajaran plato. Para filusuf memulai keadilan sebagai tujuan atau maksud hukum yang memberikan setiap manusia akan haknya. Dalam perkembangan yang lebih jauh kita mendapat teori perlindungan tentang keadilan. Suatu kekuasaan yang menentukan dasar-dasar  hukum.
Islam patut mendapat penghargaan karena memiliki standar keadilan mutlak, karena standar-standar ini berdasarkan pada norma-norma baik dan buruk didukung oleh wahyu dan prinsip-prinsip hukum yang fundamental. Jadi keadilan dalam Islam merupakan perpaduan yang menyenangkan antara hukum dan moralitas.
5.        Perintah dan perdamaiaan
Hukum Tuhan bukanlah hukum seorang tiran, tetapi hukum Allah yang penyayang. Syariah memiliki karekter kewajiban agama untuk dipenuhi oleh orang yang beriman.  Untuk menjamin perintah dalam masyarakat syariah memberikan dua tanggung jawab kepada manusia. Tanggung jawab dalam hubungannya dengan Tuhan dan tanggung jawab dalam hubungannya dengan masyarakat yang berakibat kewajiban-kewajiban hukum lebihh diutamakan daripada hak, atau kewajiban moral  atau kewajiban moral mengikat individu, dariman tidak ada wewenang bumi yang dapat meringankannya dan ketidaktaannya berarti bahaya dimasa yang akan datang.

b.         Perintah dan keadilan
1.        Takut kepada Allah (takwa)
Kemakmuran masyarakat tidak terlalu tergantung pada kerasnya hukum melainkan pada kebenaran yang dipahami oleh ketakwaan. Karena itu, syariah merupakan tatanan tingkahlaku moral, sedangkan takwa standar bagi pertimbangan tindakan manusia. Arti penting syariah terletak pada kenyataan bahwa syariah membangun fikiran khususnya karekter manusia sedemikian rupa dimana ia memperoleh kepuasan dalam berbuat baik kepada orang lain. Pola ini adalah paling efektif dalam menentukan perintah dan perdamaian.
2.        Penyucian jiwa (tazkiyat al-nafs)
Syariah mengimani penyucian jiwa  dan mengarah pada hati terdalam manusia yang merupakan pusat emosi disamping mengontrol nafsu yang ditujukan untuk memiliki benda-benda  tertentu yang diharapkan akan mendatangkan kesenangan.karena itu manusia dilarang melupakan hari kiamat, zakat dan haji dan lain halnya yang berkaitan dengan islam.
3.        Pengorbanan diri
Pengorbanan diri selalu merupakan factor utama penentu  perdamaian dan kemakmuran dalam masyarakat, dalam Al-Qur’an diterangkan dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung”.
4.        Syariah-sinar penerang
Jadi syariah merupakan sumber penerang menuju jalan perdamaian dan tatanan permanen. Al-Qur’an berisi hukum ini sudah pantasnya disebut cahaya dan kitab penerang , “dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.



c.         Antinomi
1.        Stabilitas perubahan
Menurut pound hukum harus stabil, sebab  jika tidak maka tidak akan berdiri tegak. Karena itulah maka semua pikiran tentang hukum berjuang untuk mendamaikan antara tuntutan akan kebutuhan akan stabilitas dan kebutuhan akian [perubahan yang yang bertentangan itu. Hal itu akan menimbulkan berbagai teori.
2.        Akal dan wahyu
Akal mulanyan merupakan kemampuan berfikir biasa atau kekuatan otak manusia yang diharapkan menjadi sumber bagi pengetahuan yang ntata. Namun demikian wahyu merupakan sumber satu-satunya bagi pengetahauan.


BAB III
KESIMPULAN


Dari uraian yang penulis sampaikan di muka, dapat lah penulis simpulkan dan sarankan sebagai berikut :
a.         Istimbat hukum atau ijtihad secara etimologi, ijtihad diambil dari kata al-jahd atau al-juhd, yang berarti al-masyaqat (kesulitan dan kesusahan) dan ath-thaqat (kesanggupan dan kemampuan). Kata al-jahd beserta seluruh derivasinya menunjukkan pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa dan sulit untuk dilaksanakan atau disenangi. Sedangkan secara terminologi, ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih (pakar fiqih Islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalil syara’ (agama).
b.        Hubungan pemikiran Islam dengan hukum Islam (syariah) yaitu ilmu ushul fiqh, sebagai salah satu kajian hukum Islam, benar-benar didukung oleh pemikiran filosofis, yang karenanya oleh mustafa ‘abd al-raziq diklasifikasikan sebagai salah satu cabang filsafat islam. Juga ilmu nahwu, sebagai salah satu pengaruh rasionalitas Arab yang indah dan dimdikasika dengan pola-pola filsafat, telah diperluas oleh orang-orang basrah melalui teori al-amil ( faktor yang menyebabkan perubahan garamatikal), disamping melalui analogi dan kausalitas yang mereka terapkan.
c.         Nilai-nilai filosofis dalam istimbat hukum antara lain:
*      Keadilan
*      Perintah dan keadilan
*      Antinomi





DAFTAR PUSTAKA


Madkour, Ibrahim. Aliran dan Teori Filsafat Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2004.
Muslehhuddin, Muhammad. Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis. Yogya: Tiara Wacana Yogya, 1991.
Syafe’i, Rachmat. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: Pustaka Setia, 2010.


[1] Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hh. 97-99.
[2] Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 4.
[3] Muhammad Muslehhuddin, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis, (Yogya: Tiara Wacana Yogya, 1991), hh. 78-92.

Komentar

  1. 1XBet
    Betting in India. It can 토토 사이트 be great to find the most popular brands, especially ones 1xbet 먹튀 that offer betting on sports such gri-go.com as football, tennis,  Rating: 1/10 · ‎Review by Riku https://septcasino.com/review/merit-casino/ VihreasaariWhere can ventureberg.com/ I find 1xbet?Where can I find 1xbet betting?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ungkapan Dalam Sabab Al-Nuzul dan Urgensi Sabab Al-Nuzul

Al-Qur'an Sebagai Sumber Hukum dan Dalil Hukum