Al-Qur'an Sebagai Sumber Hukum dan Dalil Hukum
MAKALAH USHUL FIQH I
AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER HUKUM DAN DALIL HUKUM
Dosen Pengampu:
Drs. H. Musnad Rozin, MH

Disusun Sebagai Tugas
Mandiri
oleh:
Nama: Roby Agus Hariyanto
NPM: 1286813
No. Absen: 15
PROGRAM AL-AHWAL
ASY-SYAKSHIYYAH (AS)
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
TA. 2013/2014
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirobil’alamin,
puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan ilmu
yang bermanfaat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulisan
makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mandiri yang telah di berikan oleh Bapak Drs. H. Musnad Rozin,
MH. Selaku dosen dari mata kuliah Ushul Fiqih I. Atas tersusunnya makalah ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan
makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Metro, 28 November 2013
Penulis
Roby Agus Hariyanto
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 2
C. Tujuan Perumusan Masalah............................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 3
AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER
HUKUM DAN DALIL
HUKUM................................................................................................ 3
A. Sumber
dan Dalil Hukum................................................................. 3
a.
Pengertian
Sumber dan
Dalil Hukum....................................... 3
b.
Macam-macam
Dalil................................................................. 4
B. Al-Qur’an Sebagai Sumber dan Dalil Hukum................................... 5
a.
Pengertian
Al-Qur’an................................................................ 5
b.
Pokok-Pokok Isi Al-Qur’an...................................................... 7
c.
Dasar Umum
dalam Memahami Makna Al-Qur’an.................. 8
d.
Kedudukan
Al-Qur’an Sebagai Sumber dan Dalil Hukum...... 9
e.
Cara
Al-Qur’an dalam Menetapkan Hukum............................. 9
f.
Kehujjahan Al-Qur’an.............................................................. 10
BAB III KESIMPULAN............................................................................... 13
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kaum
muslimin sepakat bahwa Al-Qur’an
merupakann sumber hukum. Merekapun sepakat bahwa semua ayat Al-Qur’an dari segi
wurud (kedatangan) dan tsubut (penetapannya) adalah qath’i. Karena kedatangannya secara
mutawatir. Al-Qur’an juga merupakan sumber dan dalil hukum yang didalamnya
terdapat berbagai kaidah yang tidak akan berubah dengan perubahan zaman dan
tempat. Al-Qur’an juga mengandung hukum-hukum global dan penjelasan mengenai
akidah yang benar, disamping sebagai hujjah untuk tetap berdirinya Islam.
Al-Qur’an
dan Al-Hadits menjadi dua sumber hukum syariat Islam yang tetap, yang orang
Islam tidak mungkin memahami syariat Islam secara mendalam dan lengkap dengan
tanpa kembali kepada kedua sumber Islam tersebut. Al-Qur’an dan Al-Hadits
adalah pedoman hidup dan sumber ajaran Islam yang antara keduanya tidak akan
dapat dipisahkan. Al-Qur’an sebagai sumber yang memuat ajaran-ajaran yang
bersifat umum dan global, yang perlu dijelaskan lebih lanjut dan terperinci
melalui Al-Hadits. Namun dalam kajian
Ushul Fiqih Al-Qur’an merupakan objek pertama dan utama pada kegiatan
penelitian dalam memecahkan suatu hukum. Dan Al-Hadits merupakan sumber dan dasar
hukum setelah Al-Qur’an yang berarti dalam menetapkan hukum, pertama harus
mencari jawabannya dalam Al-Qur’an setelah tidak menemukannya baru mencari dari
sumber dan dalil yang lainnya dibawahnya. Dalam kedudukannya sebagai sumber
hukum yang pertama, ia merupakan sumber dari segala sumber hukum oleh karena
itu, hukum-hukum yang ditetapkan melalui dalil dan sumber lain tidak boleh
bertentangan dengan apa yang ditetapkan oleh Al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat
penulis tentukan adalah sebagai berikut:
a.
Apa pengertian dan macam-macam sumber dan dalil hukum?
b.
Mengapa Al-Qur’an dijadikan sebagai
sumber dan dalil hukum?
C. Tujuan Perumusan Masalah
Adapun tujuan dari perumusan masalah
tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Untuk mengetahui pengertian dan
macam-macam sumber dan dalil hukum.
b.
Entuk mengetahui alasan Al-Qur’an
dijadikan sebagai sumber dan dalil hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
AL-QUR’AN SEBAGAI
SUMBER HUKUM DAN DALIL HUKUM
A. Sumber dan Dalil Hukum
a.
Pengertian Sumber dan Dalil Hukum
Sumber secara etimologi berarti
asal dari segala sesuatu atau tempat merujuk sesuatu. Dan dalil berarti
petunjuk pada sesuatu, baik yang bersifat materil maupun non materil. Adapun
secara terminologi
dalam ushul fiqih, sumber diartikan sebagai rujukan yang pokok atau utama dalam
menetapkan hukum Islam, yang berupa Al-Qur’an dan As-sunnah. Sedangkan dalil
mengandung pengertian sebagai suatu petunjuk yang dijadikan landasan berpikir
yang benar dalam memperoleh hukum syara’ yang bersifat praktis, baik yang
kedudukannya qathi (pasti) maupun
yang zhanni (relatif).[1]
Al adillah ialah bentuk jama’
dari kata dalil. Secara bahasa dalil artinya sesuatu yang menunjukkan hal-hal
yang dapat ditanggap secara indrawi atau ditanggap secara maknawi. Menurut
istilah dalil adalah: sesuatu yang dapat menyampaikan fikiran yang sehat kepada
apa yang dimaksud untuk memperoleh hukum. Sedangkan Abdul wahab khallaf dalam
bukunya ushul fiqih menyatakan dalil adalah sesuatu yang dipakai untuk
menunjukkan hukum syara’ tentang perbuatan manusia melalui proses berfikir yang
benar, baik melalui jaln yang pasti (qath’i)
ataupun secara dugaan yang kuat (zhanni).[2]
Dalam kaitannya dengan pengertian
dalil diatas Al-Qur’an dan As-Sunnah disebut dalil hukum. Artinya, ayat-ayat
Al-Qur’an dan Al-Hadits Nabi SAW disamping sebagai sumber juga sebagai dalil
(alasan dalam penetapan hukum Islam. Namun dalil lain seperti ijma’, qiyas, istihsan dan sebagainya, tidak dapat dikatakan
sebagai sumber hukum Islam karena dalil-dalil hanya bersifat at-kasyf wa al-izhar li al-hukum (menyingkap
dan memunculkan hukum) yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunah. Suatu dalil yang
membutuhkan dalil lain untuk dijadikan hujjah tidaklah dapat dikatakan sumber
karena yang dikatakan sumber bersifat berdiri sendiri.[3]
b.
Macam-Macam
Dalil
Istilah
sumber-sumber hukum sama dengan ushul
al-hukm (al-Adillah atau dalil-dalil
hukum). Yang dimaksud dengan dalil adalah hukum syara’ yang amaliah dari dalil.
Untuk sampai kepada madlul memerlukan
pemahaman atau tanda penunjukkannya (dalalah).
Dalil ini bisa ditinjau dari beberapa segi yaitu:
1.
Ditinjau dari segi asalnya, ada
dua macam meliputi:
ü Dalil Naqli yaitu
dalil-dalil yang berasal dari nash langsung
yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.
ü Dalil Aqli yaitu
dalil-dalil yang bukan dari nash langsung
tetapi dengan menggunakan akal pikiran, yaitu ijtihad.
2.
Ditinjau dari segi ruang
lingkupnya, ada dua macam yaitu:
3.
Ditinjau dari segi daya
kekuatannya, dapat dibagi menjadi dua yakni:
·
Dalil Qath’i ada dua macam yaitu pertama dalil al-Wurud adalah dalil yang meyakinkan bahwa datangnya dari
Allah (Al-Qur’an) atau dari Rasulullah (hadits mutawatir). Kedua qath’i dalalah adalah dalil yang
kata-katanya atau ungkapan kata-katanya menunjukkan arti dan maksud tertentu
dengan tegas dan jelas sehingga tidak mungkin dipahamkan lain.
·
Dalil Dhani ada dua macam yaitu pertama dhani al-wurud adalah dalil yang hanya memberi kesan yang kuat
(sangkaan yang kuat) bahwa datangnya dari Nabi. Kedua dhani al-dalalah adalah dalil yang kata-katanya atau ungkapan
kata-katanya memberikan kemungkinan-kemungkinan arti dan maksud. [4]
B. Al-Qur’an Sebagai Sumber dan
Dalil Hukum
a.
Pengertian Al-Qur’an
Menurut
sebagian besar ulama, kata Al-Qur’an berdasarkan segi bahasa merupakan bentuk
mashdar dari kata qara’a, yang bisa
dimasukkan pada wajan fu’lan, yang
berarti bacaan atau apa yang tertulis padanya maqru’, seperti terdapat dalam surat Al-Qiyamah (75): 17-18: [5]
¨bÎ) $uZøn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ #sÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäöè% ÇÊÑÈ
Artinya:“Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami
telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu.” (QS. Al-Qiyamah:
17-18)
Al-Qur’an
menurut bahasa berarti “bacaan” dan menurut istilah Ushul Fiqih berarti “kalam (perkataan) Allah yang
diturunkan-Nya dengan perantaraan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. dengan
bahasa Arab serta dianggap beribadah membacanya”.[6]
Al-Qur’an
merupakan nama kitab suci yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW yang
dalam kajian Ushul Fiqih disebut juga dengan al-Kitab, sebagaimana terdapat dalam surat Al-Baqarah: 2: [7]
y7Ï9ºs Ü=»tGÅ6ø9$# w |=÷u ¡ ÏmÏù ¡ Wèd z`É)FßJù=Ïj9 ÇËÈ
Artinya: “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah : 2)
Al-Qur’an
adalah perkataan Allah yang diturunkan oleh Ruhul Amin ke dalam hati Rasulullah
Muhammad bin Abdullah, dengan lafadz bahasa Arab berikut artinya agar supaya
menjadi hujjah bagi Rasulullah SAW bahwa dia adalah seorang utusan Allah SWT.
Menjadi undang-undang dasar bagi orang- orang yang mendapat petunjuk dengan
petunjul Allah. Dengan membaca Al-Qur’an itulah maka orang menghampirkan diri
kepada Allah dan menyembahnya.[8]
Dalam kajian ushul fiqih,
Al-Qur’an juga disebut dengan beberapa nama
seperti :
1.
Al-Kitab,
artinya
tulisan atau buku. Arti ini mengingatkan pada kita kaum muslimin agar Al-Qur’an
dibukukan atau ditulis menjadi suatu buku.
2.
Al-Furqan,
artinya
pembeda. Hal ini mengingatkan pada kita bahwa agar dalam mencari garis pemisah
antara yang hak dan yang batil, yang baik dan buruk haruslah merujuk padanya.
3.
Al-Zikr,
artinya
ingat. Artinya menunjukkan bahwa Al-Qur’an berisi peringatan agar tuntutannya selalu
diingat dalam melakukan setiap tindakan.
4.
Al-Huda,
artinya
petunjuk. Arti ini mengingatkan bahwa petunjuk tentang kebenaran hanyalah
petunjuk yang diberikannya atau yang mempunyai rujukan kepada Al-Qur’an.
Dari
segi terminologi,
Al-Qur’an adalah kalam Allah berbahasa Arab yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, dengan perantara Malaikat Jibril serta diriwayatkan secara
mutawatir dan tertulis dengan mushaf. Para Ulama Ushul fiqih antara lain
mengemukakan bahwa:
1.
Al-Qur’an merupakan kalam Allah
yang diturunkan kepada Muhammad SAW. apabila bukan kalam Allah dan tidak
diturunkan kepada Muhammad maka tidak dinamakan Al-Qur’an melainkan Jabur,
Taurat atau Injil. Ketiga kitab ini merupakan kalam Allah tapi tidak diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW.
2.
Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa
Arab.
3.
Al-Qur’an dinukilkan kepada
beberapa generasi sesudahnya secara mutawatir (dituturkan oleh orang banyak
kepada orang banyak sampai sekarang).
4.
Membaca setiap kata dalam
Al-Qur’an itu mendapat pahala dari Allah, baik bacaan itu berasal dari hafalan
sendiri maupun dibaca langsung dari mushaf Al-Qur’an.
5.
Ciri terakhir dari Al-Qur’an yang
dianggap suatu kehati-hatian bagi para ulama untuk membedakan Al-Qur’an dengan
kitab-kitab lainnya adalah bahwa Al-Qur’an itu dimulai dari surat al-fatihah dan diakhiri dengan surat
An-Nas.[9]
b.
Pokok-Pokok
Isi Al-Qur’an
Ada lima pokok-pokok
isi Al-Qur’an yaitu sebagai berikut:
1.
Tauhid (meesakan Tuhan)
Termasuk didalamnya semua
kepercayaan terhadap alam ghaib. Tauhid adalah tujuan yang terpenting dari agama,
karena semua manusia waktu diturunkan Al-Qur’an adalah penyembah berhala,
meskipun sebagiannya ada yang mengesakan Tuhan, tetapi jumlahnya sedikit
sekali.
2.
Ibadah, sebagai perbuatan yang
menghidupkan tauhid dalam hati dan meresapkannya kedalam jiwa.
3.
Janji dan ancaman
Al-Qur’an menjanjikan pahala bagi
orang yang mau menerima isi Al-Qur’an dan mengancam mereka yang mengingkarinya
dengan siksa. Janjinya berlaku bagi orang perorangan maupun bagi sesuatu bangsa
keseluruhannya, baik janji itu mengenai kenikmatan dunia maupun kenikmatan
akhirat.
4.
Jalan-jalan mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat. Karena itu, Al-Qur’an berisi peraturan-peraturan dan
hukum-hukum tersebut ada yang mengatur perhubungan manusia dengan Tuhan. Adapula
yang mengatur perhubungan manusia sesame manusia.
5.
Riwayat dan ceritera
Yaitu sejarah orang-orang yang
mau tunduk kepada agama Allah dan mau menjalankan hukum-hukumnya, yaitu para
nabi-nabi, rasul-rasul, dan orang-orang shaleh. Juga sejarah mereka yang
mengingkari agama Allah dan hukum-Nya. Maksud riwayat dan cerita tersebut,
ialah untuk menjadi tauladan bagi orang-orang yang hendak mencari kebahagiaan.[10]
c.
Dasar Umum dalam
Memahami Makna Al-Qur’an
Ada 4 prinsip dasar yang umum
dalam memahami makna Al-Qur’an, yaitu:
1.
Al-Qur’an merupakan keseluruhan
syariat dan sendinya yang fundamental. Setiap orang yang ingin mencapai hakikat
agama dan dasar-dasar syariat, harus menempatkan Al-Qur’an sebagai pusat tepat
berputarnya dalil lain dan sunnah sebagai pembantu untuk memahaminya.
2.
Sebagian besar ayat-ayat hukum
turun karena ada sebab yang menghendaki penjelasannya, oleh karena itu, setiap
orang yang ingin mengetahui isi Al-Qur’an secara tepat perlu mengetahui sebab
turunnya ayat.
3.
Setiap berita kejadian masa lalu yang diungkapkan
Al-Qur’an, jika terjadi penolakkan baik sebelum
atau sesudahnya, maka penolakkannya tersebut menunjukkan secara pasti
bahwa isi berita itu sudah dibatalkan.
4.
Kebanyakan hukum-hukum yang
diberitahukan oleh Al-Qur’an bersifat kulli (pokok yang berdaya cukup luas)
tidak rinci (disebutkan setiap pristiwa, objektif) seperti terungkap dari
penelitian.[11]
d.
Kedudukan Al-Qur’an
Sebagai Sumber dan Dalil Hukum
Kedudukan
Al-Qur’an adalah sebagai Kitabullah yang ayat-ayat dan surat-suratnya saling
berhubungan dan berkaitan satu sama lain sehingga merupakan satu kesatuan yang
serasi, dan merupakan bacaan bagi kaum muslimin.[12] Selain itu juga sebagai
sumber pokok atau utama dalam pembinaan Islam yaitu sebagai sumber dari segala
sumber hukum.
Ahli
ushul fiqih mengatakan bahwa Al-Qur’an menduduki sumber dan dalil pertama hukum
syara’ yang berarti dalam menetapkan hukum, pertama harus mencari jawabannya
dalam Al-Qur’an setelah tidak menemukannya baru mencari dari sumber dan dalil
yang lainnya dibawahnya. Dalam kedudukannya sebagai sumber hukum yang pertama,
ia merupakan sumber dari segala sumber hukum oleh karena itu, hukum-hukum yang
ditetapkan melalui dalil dan sumber lain tidak boleh bertentangan dengan apa
yang ditetapkan oleh Al-Qur’an.[13]
e.
Cara Al-Qur’an Dalam
Menetapkan Hukum
Al-Qur’an diturunkan untuk
memperbaiki sikap hidup manusia. Karena itu Al-Qur’an berisi perintah dan
larangan, Al-Qur’an memerintahkan yang baik dan melarang yang keji. Didalam mengerjakan
perintah dan larangan, Al-Qur’an selalu berpedoman pada tiga hal :
1.
Tidak
memberatkan atau menyusahkan
Misalnya,
mengqasar shalat (dari empat rakaat menjadi dua rakaat, dalam perjalanan),
tidak berpuasa bagi musafir, bertayamum sebagai ganti air berwudhu, memakan
makanan yang terlarang dalam keadaan darurat.
2.
Tidak
memperbanyak beban/ tuntutan
Misalnya,
zakat karena hanya diwajibkan bagi orang yang mampu saja, dan lain-lain.
3.
Berangsur-angsur
dalam mensyari’atkan sesuatu
Misalnya,
pengharaman minuman keras prosesnya sampai tiga kali, kemudian diputuskan tidak
boleh.[14]
f.
Kehujjahan Al-Qur’an
Kehujjahan
Al-Qur’an menurut pandangan ulama imam mazhab antara lain sebagai berikut:
1.
Pandangan Imam Abu Hanifah
Imam Hanafiah sependapat dengan jumhur ulama bahwa
Al-Qur’an merupakan sumber hukum Islam. Namun, menurut sebagian besar ulama,
Imam Abu Hanifah berbeda pendapat dengan jumhur ulama, mengenai Al-Qur’an itu
mencakup lafazh dan maknanya atau maknanya saja.
2.
Pandangan Imam Malik
Menurut Imam Malik
hakikat Al-Qur’an adalah kalam Allah yang lafazh dan maknaya dari Allah SWT. Ia
bukan makhluk karena kalam Allah termasuk sifat Allah. Sesuatu yang termasuk
sifat Allah tidak dikatakan makhluk, bahkan dia memberikan predikat kafir
terhadap orang yang menyatakan Al-Qur’an itu makhluk. Dengan demikian Imam
Malik mengikuti ulama salaf (sahabat dan tabi’in) yang membatasi pembahasan
Al-Qur’an .
3.
Pandangan Imam Asy-Syafi’i
Asy-Syafi’i
menganggap bahwa Al-Qur’an tidak bisa dilepaskan dari As-Sunnah (Hadits),
karena kaitan antara keduanya sangat erat. Dan seakan-akan beliau menganggap
keduanya berada pada satu martabat, namun kedudukan As-Sunnah itu adalah
setelah Al-Qur’an.
4.
Pandangan Imam Ahmad Ibnu Hambal
Ahmad
Ibnu Hambal berpendapat bahwa Al-Qur’an itu sebagai sumber pokok Islam,
kemudian disusun oleh As-Sunnah. Namun, seperti halnya Imam Asy-Syafi’i, Imam
Ahmad memandang bahwa As-Sunnah mempunyai kedudukan yang kuat di samping
Al-Qur’an, sehingga tidak jarang beliau menyebutkan bahwa sumber hukum itu
adalah nash, tanpa menyebutkan Al-Qur’an dahulu atau As-Sunnah dahulu, tetapi
yang dimaksud nash tersebut adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. [15]
Hukum-hukum
yang terkandung dalam Al-Qur’an menurut para ulama fiqih terdiri atas:
1.
Hukum-hukum I’tiqat, yaitu hukum
yang mengandung kewajiban para mukallaf untuk mempercayai Allah, Malaikat,
Rasul, Kitab, dan Hari Kiamat.
2.
Hukum-hukum yang berkaitan dengan
akhlak dalam mencapai keutamaan pribadi mukallaf.
3.
Hukum-hukum praktis yang
berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan Penciptanya dan antara sesama
manusia. Hukum-hukum praktis ini dibagi menjadi:
a)
Hukum yang berkaitan dengan ibadah.
b)
Hukum yang berkaitan dengan
mu’amalah.
c)
Hukum yang berkaitan dengan
masalah pidana.
d)
Hukum yang berkaitan dengan
masalah peradilan.
e)
Hukum yang berkaitan dengan
masalah ke tatanegaraan.
f)
Hukum yang berkaitan dengan
hubungan antarnegara.
g)
Hukum yang berkaitan dengan
masalah ekonomi. [16]
Para
ulama ushul fiqih menetapkan bahwa Al-Qur’an sebagai sumber utama hukum Islam
telah menjelaskan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya dengan cara:
1.
Penjelasan rinci (juz’i) terhadap sebagian hukum-hukum
yang dikandungnya, seperti yang berkaitan dengan masalah ‘aqidah, hukum waris,
hukum yang terkait dengan masalah pidana hudud,
dan kaffarat. Hukum ini menurut ahli ushul fiqih disebut sebagai hukum ta’abbudi.
2.
Penjelasan Al-Qur’an terhadap
sebagian besar hukum itu bersifat kulli,
umum, dan mutlak. Rasulullah SAW melalui Sunnahnya, bertugas menjelaskan,
mengkhususkan dan membatasinya.
Kaum
muslimin sepakat bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum syara’. Mereka pun
sepakat bahwa semua ayat Al-Qur’an dari segi wurud (kedatangan) dan tsubut
(penetapannya) adalah qath’i. hal ini
karena semua ayatnya sampai kepada kita dengan jalan mutawatir.[17] Akan tetapi, hukum-hukum
yang dilandung Al-Qur’an adakalanya bersifat qath’i dan adakalanya bersifat zhanni.[18]Adapun ditinjau dari segi dilalah-nya, ayat-ayat Al-Qur’an itu
dapat dibagi dalam dua bagian: [19]
1.
Nash yang qath’i dilalah-nya
Yaitu nash yang tegas dan jelas maknanya,
tidak bisa di-takwil, tidak mempunyai
makna yang lain, dan tidak tergantung pada hal-hal laindi luar nash itu sendiri.
2.
Nash yang zhanni dilalah-nya
Yaitu nash yang menunjukkan suatu makna yang
dapat di-takwil, atau nash yang mempunyai makna lebih dari
satu, baik karena lafazhnya musytarak
(homonim) ataupun karena susunsn kata-katanya dapat dipahami dengan berbagai
cara, separti dilalah isyarat-nya, iqtidha-nya, dan sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian dalam pembahasan, penulis dapat
menyimpulkan sebagai berikut:
A.
Sumber dan Dalil Hukum
a.
Pengertian Sumber dan Dalil Hukum
Al-Qur’an dan As-Sunnah
disebut dalil hukum. Artinya ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi SAW disamping
sebagai sumber juga sebagai dalil (alasan dalam penetapan hukum Islam. Namun
dalil lain seperti ijma’, qiyas,
istihsan dan sebagainya, tidak dapat
dikatakan sebagai sumber hukum Islam karena dalil-dalil hanya bersifat at-kasyf wa al-izhar li al-hukum (menyingkap
dan memunculkan hukum) yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunah. Suatu dalil yang
membutuhkan dalil lain untuk dijadikan hujjah tidaklah dapat dikatakan sumber
karena yang dikatakan sumber bersifat berdiri sendiri.
b.
Macam-Macam Dalil
Ada tiga dilihat dari
berbagai segi yaitu:
v
Ditinjau dari segi asalnya, ada
dua macam meliputi dalil naqli dan dalil aqli.
v
Ditinjau dari ruang lingkupnya,
ada dua macam meliputi dalil kulli
dan dalil juz’i atau tafshili.
v
Ditinjau dari segi daya
kekuatannya, ada dua macam meliputi dalil
qath’i dan dalil dhani.
B.
Al-Qur’an Sebagai Sumber dan
Dalil Hukum
a.
Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur’an
menurut bahasa berarti “bacaan” dan menurut istilah Ushul Fiqih berarti “kalam (perkataan) Allah yang
diturunkan-Nya dengan perantaraan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. dengan
bahasa Arab serta dianggap beribadah membacanya”.
b.
Pokok-Pokok Isi Al-Qur’an
Ada lima
pokok-pokok isi Al-Qur’an yaitu sebagai berikut:
»
Tauhid (meesakan Tuhan)
»
Ibadah
»
Janji dan ancaman
»
Jalan-jalan mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat
»
Riwayat dan ceritera
c.
Dasar Umum dalam Memahami Makna
Al-Qur’an
Ada 4 prinsip dasar yang umum
dalam memahami makna Al-Qur’an, yaitu:
d.
Kedudukan Al-Qur’an Sebagai
Sumber dan Dalil Hukum
Ahli
ushul fiqih mengatakan bahwa Al-Qur’an menduduki sumber dan dalil pertama hukum
syara’ yang berarti dalam menetapkan hukum, pertama harus mencari jawabannya
dalam Al-Qur’an setelah tidak menemukannya baru mencari dari sumber dan dalil
yang lainnya dibawahnya. Dalam kedudukannya sebagai sumber hukum yang pertama,
ia merupakan sumber dari segala sumber hukum oleh karena itu, hukum-hukum yang
ditetapkan melalui dalil dan sumber lain tidak boleh bertentangan dengan apa
yang ditetapkan oleh Al-Qur’an.
e.
Cara Al-Qur’an dalam Menetapkan
Hukum
Didalam mengerjakan perintah dan
larangan, Al-Qur’an selalu berpedoman pada tiga hal :
f.
Kehujjahan Al-Qur’an
Kaum muslimin sepakat bahwa
Al-Qur’an merupakan sumber hukum syara’. Mereka pun sepakat bahwa semua ayat
Al-Qur’an dari segi wurud
(kedatangan) dan tsubut
(penetapannya) adalah qath’i. hal ini
karena semua ayatnya sampai kepada kita dengan jalan mutawatir. Akan tetapi, hukum-hukum yang dilandung Al-Qur’an
adakalanya bersifat qath’i dan
adakalanya bersifat zhanni.
DAFTAR
PUSTAKA
Djazuli, A. Ilmu Fiqh: Penggalian, Perkembangan, dan
Penerapan Hukum Islam. Jakarta: Kencana, 2010.
Effendi, Satria dkk. Ushul Fiqh. Jakarta:
Kencana, 2009.
Haroen, Nasrun. Ushul Fiqh. Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 2001.
Khallaf, Syekh Abdul Wahab. Ilmu Ushul Fiqih. Jakarta: Rineka Cipta, 1995.
Mu’in, A. dkk. Ushul Fiqih. Jakarta: Departemen Agama, 1986.
Nata, Abuddin. Al-Qur’an Dan Hadits. Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2000.
Rozim, Musnad. Ushul Fiqh. Metro:
STAIN Jurai Siwo Metro, 2013.
Syafe’i, Rachmat. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung:
Pustaka Setia, 2010.
Syarifuddin,
Amir. Garis-Garis Besar Ushul Fiqh.
Jakarta: Kencana, 2012.
Uman, Chaerul dkk. Ushul Fiqih 1. Bandung:
Pustaka Setia, 2000.
[1] Chaerul Uman dkk, Ushul Fiqih 1, (Bandung: Pustaka Setia,
2000), h. 31.
[2] Musnad Rozim, Ushul Fiqh, (Metro: STAIN Jurai Siwo
Metro, 2013), h. 24.
[3] Chaerul Uman dkk, Op.Cit., h. 32.
[4]A. Djazuli, Ilmu Fiqh: Penggalian, Perkembangan, dan
Penerapan Hukum Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hh. 57-61.
[5] Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka
Setia, 2010), h. 49.
[6] Satria Effendi dkk, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2009), h.
79.
[7] Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
2001), h. 20.
[9] Chaerul Uman dkk, Op.Cit., hh. 33-41.
[10] A. Mu’in dkk, Ushul Fiqih, (Jakarta: Departemen Agama,
1986), h. 103.
[11] Chaerul Uman dkk, Op.Cit., h. 41.
[14] Ibid., h. 49.
[15] Rachmat Syafe’i, Op.Cit., h. 51-54.
[16] Nasrun Haroen, Op.Cit., h. 29-30.
[17] Rachmat Syafe’i, Op.Cit., h. 54.
[18] Nasrun Haroen, Op.Cit., h. 32.
[19] Rachmat Syafe’i, Op.Cit., h. 56.
Komentar
Posting Komentar