Hukum Al-Qardhu dan Wakalah

MAKALAH HUKUM AL-QARDHU DAN WAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Muamalah 1

Dosen Pengampu:
Imam Mustofa, M.SI

stain-metro

Disusun Oleh Kelompok 14:

Nama              : Roby Agus Hariyanto
NPM               : 1286813
Kelas              : A
Semester        : II (Dua)

PROGRAM AL-AHWAL ASY-SYAKSHIYYAH  (AS)
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
 JURAI SIWO METRO

TA. 2013

KATA PENGANTAR

Bismillah 09.BMP

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulisan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Kelompok yang telah di berikan oleh Bapak Imam Mustofa, M.SI. Selaku dosen dari materi Fiqh Muamalah 1. Atas tersusunnya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


     Metro, 17 Juni 2013

       Penulis


DAFTAR ISI
      
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................   iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A.       Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
B.       Rumusan Masalah.................................................................................... 1
C.       Tujuan Perumusan Masalah..................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................... .... 3
HUKUM AL-QARDHU DAN WAKALAH........................................ .... 3
A.   Hukum Al-Qardhu.............................................................................     3
a.   Pengertian Al-Qardhu..................................................................     3
b.   Dasar Hukum Al-Qardhu.............................................................     4
c.   Rukun dan Syarat Sahnya Al-Qardhu..........................................     8
d.   Qardh Dalam Perbankan Syariah.................................................     8
B.   Hukum Wakalah.................................................................................    11
a.         Pengertian Wakalah.....................................................................    11
b.        Dasar Hukum Wakalah...............................................................    13
c.         Rukun dan Syarat Sahnya Wakalah............................................    15
d.        Wakalah Dalam Perbankan Syariah............................................    16
BAB III KESIMPULAN...............................................................................    17 
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................    19             

 BAB I
PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang Masalah
Konsep muamalah yang kafah dewasa ini telah bercampur aduk den gan konsep yang telah diadobsi dari luar Islam, khususnya Negara-negara maju dan berkembang. Sedikit demi sedikit telah tersisihkan , bergeser bahkan menghilang dari kancah masyarakat Islam itu sendiri tak heran jika banyak pihak yang melakukan konfrontasi ke internal Islam itu sendiri.kondisi ini keuntungan tersendiri bagi mereka.
Banyak praktek-praktek perbankan Negara kapitalis yang mengatas namakan syariah (muamalah) Islam. Khususnya  utang piutang (qardh) riba dalam perbankan pun tak dapat dihindarkan. Padahal dalam Islam tidak dibenarkan adanya riba dalam utang piutang.
Dan terkadang, seseorang tidak mampu melakukan sesuatu pekerjaan, mungkin karena tidak memiliki kompetensi, atau keterbatasan waktu dan tenaga untuk menyelesaikannya. Biasanya, ia akan memberikan mandate atau mewakilkan kepada orang lain guna menyelesaikan pekerjaan yang dimaksud. Hal inilah yang lazim disebut dengan wakalah.

B.    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat penulis tentukan adalah sebagai berikut:
a.      Hukum Al-Qardhu
a)     Apa pengertian Al-Qardhu secara etimologi dan secara terminologi?
b)     Bagaimana dasar hukum dalam Al-Qardhu?
c)     Apa saja rukun dan syarat sahnya dalam Al-Qardhu?
d)     Bagaimana Qardh dalam perbankan syariah?
b.      Hukum Wakalah
a)     Apa pengertian wakalah secara etimologi dan secara terminologi?
b)     Bagaimana dasar hukum dalam wakalah?
c)     Apa saja rukun dan syarat sahnya dalam wakalah?
d)     Bagaimana wakalah dalam perbankan syariah?

C.    Tujuan Perumusan Masalah
Adapun tujuan dari perumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
a.      Hukum Al-Qardhu
a)     Untuk mengetahui  pengertian Al-Qardhu secara etimologi dan secara terminologi.
b)     Untuk mengetahui dasar hukum dalam Al-Qardhu.
c)     Untuk mengetahui rukun dan syarat sahnya dalam Al-Qardhu.
d)     Untuk mengetahui Qardh dalam perbankan syariah.
b.      Hukum Wakalah
a)     Untuk mengetahui pengertian wakalah secara etimologi dan secara terminologi.
b)     Untuk mengetahui dasar hukum dalam wakalah.
c)     Untuk mengetahui rukun dan syarat sahnya dalam wakalah.
d)     Untuk mengetahui wakalah dalam perbankan syariah.







BAB II
PEMBAHASAN
HUKUM AL-QARDHU DAN WAKALAH


A.     HUKUM AL-QARDHU
a.   Pengertian Al-Qardhu
Utang Piutang dalam terminology Fiqih digunakan 2 istilah yaitu qardhu dan dayn. Kedua lafadz ini terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits Nabi dengan maksud yang sama yaitu utang piutang.[1]
Al-Qardhu menurut bahasa ialah potongan, sedangkan menurut syara’ ialah menyerahkan uang kepada orang yang bisa memamfaatkannya, kemudian ia meminta pengembaliannya sebesar uang tersebut.[2]
Al-Qardhu secara bahasa juga dapat diartikan adalah al-qath’u (memotong). Dinamakan demikian karena pemberi hutang (mufrid) memotong sebagian hartanya dan memberikannya kepada pengutang. Adapun definisinya secara syara’ adalah pemberian harta kepada orang yang mengambil mamfaatnya, lalu orang tersebut menggembalikan gantinya.[3]
Selain itu, secara etimologis qardh juga merupakan bentuk masdar dari qaradha asy-sya’i-yaqridhu, yang berarti dia memutuskannya. Qardh ialah bentuk masdar yang berarti memutuskan. Adapun qardh secara terminologis adalah memberikan harta ke pada orang yang memamfaatkannya dan mengembalikan gantinya dikemudian hari. Menurut kompilasi hukum ekonomi syariah, qardh adalah penyedian dana atau tagihan antar lembaga keuangan syariah dengan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan dalam waktu tertentu.[4]
Qardhu atau qirad ialah memberikan modal dari seseorang kepada orang lain untuk modal usaha, sedangkan keuntungan untuk keduanya menurut perjanjian antara keduanya sewaktu akad. Peraturan qirad ini diadakan karena benar-benar dibutuhkan oleh sebagian umat manusia. Betapa tidak, ada orang yang mempunyai modal tetapi tidak panai berdagang begitu sebaliknya.[5]

b.  Dasar Hukum Al-Qardhu
Disyariatkannya bagi pemberi pinjaman berdasarkan dalil-dalil berikut yaitu:
1.      Dalil Al-Qur’an
ƨB #sŒ Ï%©!$# ÞÚ̍ø)ム©!$# $·Êös% $YZ|¡ym ¼çmxÿÏ軟Òãsù ¼çms9 ÿ¼ã&s!ur ֍ô_r& ÒOƒÌx. ÇÊÊÈ  
“siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak” (Q.S Al-Hadiid: 11)
`¨B #sŒ Ï%©!$# ÞÚ̍ø)ム©!$# $·Êös% $YZ|¡ym ¼çmxÿÏ軟ÒãŠsù ÿ¼ã&s! $]ù$yèôÊr& ZouŽÏWŸ2 4 ª!$#ur âÙÎ6ø)tƒ äÝ+Áö6tƒur ÏmøŠs9Î)ur šcqãèy_öè? ÇËÍÎÈ  
“siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah: 245)
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) LäêZtƒ#ys? AûøïyÎ/ #n<Î) 9@y_r& wK|¡B çnqç7çFò2$$sù 4 =çGõ3uø9ur öNä3uZ÷­/ 7=Ï?$Ÿ2 ÉAôyèø9$$Î/ 4 Ÿwur z>ù'tƒ ë=Ï?%x. br& |=çFõ3tƒ $yJŸ2 çmyJ¯=tã ª!$# 4 ó=çGò6uù=sù È@Î=ôJãŠø9ur Ï%©!$# Ïmøn=tã ,ysø9$# È,­Guø9ur ©!$# ¼çm­/u Ÿwur ó§yö7tƒ çm÷ZÏB $\«øx© 4 bÎ*sù tb%x. Ï%©!$# Ïmøn=tã ,ysø9$# $·gŠÏÿy ÷rr& $¸ÿÏè|Ê ÷rr& Ÿw ßìÏÜtGó¡o br& ¨@ÏJムuqèd ö@Î=ôJãŠù=sù ¼çmÏ9ur ÉAôyèø9$$Î/ 4 (#rßÎhô±tFó$#ur ÈûøïyÍky­ `ÏB öNà6Ï9%y`Íh ( bÎ*sù öN©9 $tRqä3tƒ Èû÷ün=ã_u ×@ã_tsù Èb$s?r&zöD$#ur `£JÏB tböq|Êös? z`ÏB Ïä!#ypk9$# br& ¨@ÅÒs? $yJßg1y÷nÎ) tÅe2xçFsù $yJßg1y÷nÎ) 3t÷zW{$# 4 Ÿwur z>ù'tƒ âä!#ypk9$# #sŒÎ) $tB (#qããߊ 4 Ÿwur (#þqßJt«ó¡s? br& çnqç7çFõ3s? #·ŽÉó|¹ ÷rr& #·ŽÎ7Ÿ2 #n<Î) ¾Ï&Î#y_r& 4 öNä3Ï9ºsŒ äÝ|¡ø%r& yZÏã «!$# ãPuqø%r&ur Íoy»pk¤=Ï9 #oT÷Šr&ur žwr& (#þqç/$s?ös? ( HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»yfÏ? ZouŽÅÑ%tn $ygtRr㍃Ïè? öNà6oY÷t/ }§øŠn=sù ö/ä3øn=tæ îy$uZã_ žwr& $ydqç7çFõ3s? 3 (#ÿrßÎgô©r&ur #sŒÎ) óOçF÷ètƒ$t6s? 4 Ÿwur §!$ŸÒムÒ=Ï?%x. Ÿwur ÓÎgx© 4 bÎ)ur (#qè=yèøÿs? ¼çm¯RÎ*sù 8-qÝ¡èù öNà6Î/ 3 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ãNà6ßJÏk=yèãƒur ª!$# 3 ª!$#ur Èe@à6Î/ >äóÓx« ÒOŠÎ=tæ ÇËÑËÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 282)
* ¨bÎ) y7­/u ÞOn=÷ètƒ y7¯Rr& ãPqà)s? 4oT÷Šr& `ÏB ÄÓs\è=èO È@ø©9$# ¼çmxÿóÁÏRur ¼çmsWè=èOur ×pxÿͬ!$sÛur z`ÏiB tûïÏ%©!$# y7yètB 4 ª!$#ur âÏds)ムŸ@ø©9$# u$pk¨]9$#ur 4 zOÎ=tæ br& `©9 çnqÝÁøtéB z>$tGsù ö/ä3øn=tæ ( (#râätø%$$sù $tB uŽœ£uŠs? z`ÏB Èb#uäöà)ø9$# 4 zNÎ=tæ br& ãbqä3uy Oä3ZÏB 4ÓyÌó£D   tbrãyz#uäur tbqç/ÎŽôØtƒ Îû ÇÚöF{$# tbqäótGö6tƒ `ÏB È@ôÒsù «!$#   tbrãyz#uäur tbqè=ÏG»s)ムÎû È@Î6y «!$# ( (#râätø%$$sù $tB uŽœ£uŠs? çm÷ZÏB 4 (#qãKŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qàÊ̍ø%r&ur ©!$# $·Êös% $YZ|¡ym 4 $tBur (#qãBÏds)è? /ä3Å¡àÿRL{ ô`ÏiB 9Žöyz çnrßÅgrB yZÏã «!$# uqèd #ZŽöyz zNsàôãr&ur #\ô_r& 4 (#rãÏÿøótGó$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî 7LìÏm§ ÇËÉÈ  
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai Balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Muzamil: 20)
2.      Dalil Hadits
“Sesungguhnya Rasulullah SAW berhutang seekor unta muda kepada seorang laki-laki. Kemudian diberikan kepada beliau seekor unta shadaqah. Beliau memerintahkan Abu Rafi’ kembali kepada beliau dan berkata, saya tidak menemukan di antara unta-unta tersebut kecuali unta yang usianya menginjak tujuh tahun. Beliau menjawab, berikanlah unta itu kepadanya karena sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam membayar utang.” (HR. Muslim)
“Tiada seorang muslim yang memberikan utang kepada seorang muslim dua kali, kecuali piutangnya bagaikan sedekah satu kali.” (HR. Ibnu Majah)
3.      Dalil Ijma’
Adalah bahwa semua kaum muslimin telah sepakat di bolehkannya utang piutang.



c.   Rukun dan Syarat Sahnya Al-Qardhu
Rukun Al-Qardhu ada tiga yaitu:[6]
1.      Shighat, yang dimaksud dengan sighat adalah ijab Kabul.
2.      ‘Aqidain, adalah dua pihak yang melakukan transaksi (pemberi utang dan pengutang).
3.      Harta yang dihutangkan, rukun harta yang dihutangkan adalah sebagai berikut:
Ø  Harta berupa harta yang ada padanya.
Ø Harta yang diutangkan disyaratkan berupa benda, tidak sah mengutangkan mamfaat (jasa).
Ø Harta yang diutangkan diketahui yaitu diketahui kadarnya dan diketahui sifatnya.

Syarat-syarat Al-Qardhu adalah sebagai berikut:[7]
1.      Besarnya al-qardhu harus diketahui dengan takaran, timbangan atau jumlahnya.
2.      Sifat al-qardhu dan usianya harus diketahui jika hewan.
3.      Al-Qardhu berasal dari orang yang layak dimintai pinjaman. Jadi al-qardhu tidak sah dari orang yang tidak memiliki sesuatu yang bisa dipinjam atau orang yang tidak normal akalnya.

4.  Qardh Dalam Perbankan Syariah
a)     Fatwa DSN Mui Tentang Al-Qardhu
Pertama ketentuan umum al-qardhu yaitu:
1.     Al-qardh adalah peminjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan.
2.     Nasabah al-qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama.
3.     Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah.
4.     LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu.
5.     Nasabah al-qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad.
6.     Jika naswabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau sepenuhnya kewajibannya yang telah disepakati, LKS dapat:
Ø  Memperpanjang jangka waktu pengembalian
Ø  Menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.
Kedua sanksi yaitu:
1.     Dalam hal nasabah tidak menunjukan keinginan mengembaliakan sebagian maupun seluruh kewajibannya bukan karena tidakkemampuannya, LKS dapat menjatuhkan sanksi kepada nasabah.
2.     Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana dimaksud b utir satu dapat berupa dan tidak terbatas pada  penjualan barang jaminan.
3.     Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah tetap harus memenuhi kewajibannya secara penuh.
Keempat yaitu:
1.     Jika terjadi perselisihan diantara pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2.     Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.[8]

b)     Aplikasi Dan Sumber Dana Untuk Al-Qardhu Pada Perbankan Syariah
Akad qardhu biasanya diterapkan dalam beberapa hal berikut:[9]
1.     Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan bonafiditasnya, yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya tersebut.
2.    Sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia tidak dapat menarik dananya karena, misalnya, tersimpan dalam dana deposito.
3.    Sebagai produk penyumbang usaha yang sangat kecil atau membantu sektor sosial.

Sifat al-qardhu tidak memberikan keuntungan yang financial. Karena itu, pendanaan qardh dapat diambil menurut kategori sebagai berikut:[10]
1.     Al-qardhu yang diperlukan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dalam jangka yang pendek. Talangan dana diatas dapat diambilkan dari modal bank.
2.     Al-qardhu yang diperlukan untuk membentuk usaha sangat kecil dan keperluan sosial, dapat bersumber dari dana zakat, infak dan sedekah.

Dana al-qardh dapat bersumber dari yaitu:[11]
1.     Bagian modal LKS.
2.     Keuntungan LKS yang disisihkan.
3.     Lembaga lain atau individu yang mempercayakan infaknya kepada LKS.

c)     Hikmah Dan Manfaat Disyariatkannya Al-Qardhu
Hikmahnya yaitu sebagai berikut:[12]
1.        Melakasanakan kehendak Allah agar kaum muslimin saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
2.        Menguatkan ikatan ukhuwah (persaudaraan) dengan cara mengulurkan bantuan kepada orang yang membutuhkan dan mengalami kesulitan dan meringankan beban orang yang tengah dilanda kesulitan.

Manfaat qardh dalam praktik perbankan syariah diantaranya sebagai berikut:[13]
1.     Memungkinkan nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk mendapatkan talangan jangka pendek.
2.     Al-qardh al-hasan juga merupakan salah satu cirri pembeda antar bank syariah dan bank konvensional yang didalamnya terkandung misi sosial, disamping misi komersial.
3.     Adanya misi sosial kemasyarakatan ini meningkatkan citra baik dan meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap bank syariah.

B.    HUKUM WAKALAH
a.      Pengertian Wakalah
Wakalah ialah permintaan perwakilan oleh seseorang kepada orang yang bisa menggantikan dirinya dalam hal-hal yang perwakilannya diperbolehkan didalamnya, misalnya dalam jual beli atau sebagainya.
Wakalah merupakan isim masdar yang secara etimologis bermakna taukil, yaitu menyerahkan , mewakilkan, dan menjaga. Adapun makna secara terminologis yaitu mewakilkan yang dilakukan orang yang punya hak tasharuf tentang sesuatu yang boleh diwakilkan.[14]
Secara bahasa wakalah adalah penyerahan (pelimpahan). Sebagai makna jika ada yang mengatakan, “saya mewakilkan urusan saya kepada Allah.” Artinya Anda menyerahkan kepada Allah. Secara istilah, wakalah adalah penyerahan yang dilakukan oleh orang yang boleh ber-tasharuf kepada orang lain yang boleh juga ber-tasharuf dalam sesuatu yang boleh digantikan.[15]
Secara lingustik, wakalah bermakna menjaga atau juga bermakna mendelegasikan mandat, menyerahkan sesuatu, seperti halnya firman Allah dalam            QS. Yusuf :55. Menurut hanafiyyah, wakalah adalah memosisikan orang lain sebagai pengganti dirinya untuk menyelesaikan suatu persoalan yang sesuai syar’iat  dan jelas jenis pekerjaannya. Menurut malikiyah, safiyyah dan hanabalah, wakalah adalah prosesi pendelegasian sebuah pekerjaan yang harus dikerjakan, kepada orang lain sebagai penggantinya, guna menyelesaikan pekerjaan tersebut dalam masa hidupnya.[16]
wakalah itu berarti perlindungan (al-hifzh), percukupan  (al-kifayah), tanggungan (al-dhaman), atau pendelegasian (al-tafwidh) yang diartikan juga dengan memberikan kuasa atau mewakilkan. Al-Qur,an juga memakai beberapa akar kata yang sama dalam beberapa ayat. Diantara contohnya dapat dilihat difirman Allah dalam surah ali-imran  ayat 173 yang berbunyi:[17]
tûïÏ%©!$# tA$s% ãNßgs9 â¨$¨Z9$# ¨bÎ) }¨$¨Z9$# ôs% (#qãèuKy_ öNä3s9 öNèdöqt±÷z$$sù öNèdyŠ#tsù $YZ»yJƒÎ) (#qä9$s%ur $uZç6ó¡ym ª!$# zN÷èÏRur ã@Å2uqø9$# ÇÊÐÌÈ  
(yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung". (QS. Al-Imran: 173)

b.  Dasar Hukum Wakalah
Wakalah di bolehkan berdasarkan dalil-dalil Al-Qur,an , As-sunnah, dan ijma’.
1.      Al-Qur’an
* $yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ  
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At- Taubah: 60)
y7Ï9ºxŸ2ur óOßg»oY÷Wyèt/ (#qä9uä!$|¡tGuŠÏ9 öNæhuZ÷t/ 4 tA$s% ×@ͬ!$s% öNåk÷]ÏiB öNŸ2 óOçFø[Î6s9 ( (#qä9$s% $uZø[Î7s9 $·Böqtƒ ÷rr& uÙ÷èt/ 5Qöqtƒ 4 (#qä9$s% öNä3š/u ÞOn=ôãr& $yJÎ/ óOçFø[Î6s9 (#þqèWyèö/$$sù Nà2yymr& öNä3Ï%ÍuqÎ/ ÿ¾ÍnÉ»yd n<Î) ÏpoYƒÏyJø9$# öÝàZuŠù=sù !$pkšr& 4x.ør& $YB$yèsÛ Nà6Ï?ù'uŠù=sù 5-øÌÎ/ çm÷YÏiB ô#©Ün=tGuŠø9ur Ÿwur ¨btÏèô±ç öNà6Î/ #´ymr& ÇÊÒÈ  
“dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorang pun”. (QS. Al- Kahfi: 19)
tA$s% ÓÍ_ù=yèô_$# 4n?tã ÈûÉî!#tyz ÇÚöF{$# ( ÎoTÎ) îáŠÏÿym ÒOŠÎ=tæ ÇÎÎÈ  
“berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan". (QS. Yusuf: 55)
2.      Al-Hadits
“Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang anshar untuk mengawinkan (Kabul perkawinan Nabi) dengan Maimunah r.a.” (HR. Malik dan al-Muwaththa’)
3.      Ijma’
Para ulama pun sepakat dengan ijma’ atas dibolehkannya wakalah.





c.      Rukun dan Syarat Sahnya Wakalah
Fatwa DSN MUI tentang wakalah menetapkan ketentuan tentang wakalah sebagai berikut:[18]
Pertama: ketentuan tentang wakalah
1.      Peryataan ijab dan Kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
2.      Wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak
Kedua: rukun dan syarat wakalah
1.       Syarat-syarat muwakkil (orang yang mewakilkan)
ü  Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan.
ü  Orang mukallaf atau mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni hal-hal yang bermamfaat baginya seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima sedekah, dan sebagainya.
2.       Syarat-syarat wakil (orang yang mewakili)
Þ      Cakap hukum.
Þ      Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan terhadapnya.
Þ      Wakil adalah orang yang diberi amanat.
3.       Hal-hal yang diwakilkan
Ø  Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili.
Ø  Tidak bertentangan dengan syariah Islam.
Ø  Dapat diwakilkan menurut syariah Islam.
Ketiga: jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalaui badan arbitrase syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Rukun wakalah ada tiga yaitu:[19]
1.      Dua orang yang melakukan transaksi, yaitu orang yang mewakilkan dan yang menjadi wakil.
2.      Shighat (ijab Kabul).
3.      Muwakal fih (sesuatu yang diwakilkan).

d.  Wakalah Dalam Perbankan Syariah
Bank syariah dapat memberikan jasa wakalah, yaitu sebagai wakil dari nasabah sebagai pemberi kuasa (muwakil) untuk melakukan sesuatu (taukil). Dalam hal ini, bank akan mendapatkan upah atau biaya administrasi atas jasa tersebut. Sebagai contoh, bank dapat menjadi wakil untuk melakukan pembayaran tagihan listrik atau telepon kepada perusahaan listrik atau telepon. Contoh lain adalah bank mewakili sekolah atau universitas sebagai penerima biaya SPP dari para pelajar untuk biaya studi.[20]

BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian yang penulis sampaikan di muka, dapat lah penulis simpulkan dan sarankan sebagai berikut :
v  Al-Qardhu
Al-Qardhu menurut bahasa ialah potongan, sedangkan menurut syara’ ialah menyerahkan uang kepada orang yang bisa memamfaatkannya, kemudian ia meminta pengembaliannya sebesar uang tersebut.
Dasar Hukum Al-Qardhu berdasarkan Al-Qur’an yaitu Q.S Al-Hadiid: 11, QS. Al-Baqarah: 245, QS. Al-Baqarah: 282, dan QS. Muzamil: 20. Berdasarkan dalil Hadits yaitu “Sesungguhnya Rasulullah SAW berhutang seekor unta muda kepada seorang laki-laki. Kemudian diberikan kepada beliau seekor unta shadaqah. Beliau memerintahkan Abu Rafi’ kembali kepada beliau dan berkata, saya tidak menemukan di antara unta-unta tersebut kecuali unta yang usianya menginjak tujuh tahun. Beliau menjawab, berikanlah unta itu kepadanya karena sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam membayar utang.” (HR. Muslim). Dan “Tiada seorang muslim yang memberikan utang kepada seorang muslim dua kali, kecuali piutangnya bagaikan sedekah satu kali.” (HR. Ibnu Majah). Serta berdasarkan dalil Ijma’ yaitu, adalah bahwa semua kaum muslimin telah sepakat di bolehkannya utang piutang.
Rukun Al-Qardhu ada tiga yaitu shighat, ‘aqidain, dan harta yang dihutangkan. Adapun syarat-syarat Al-Qardhu adalah besarnya al-qardhu harus diketahui dengan takaran, sifat al-qardhu dan usianya harus diketahui jika hewan, dan Al-Qardhu berasal dari orang yang layak dimintai pinjaman.


v  Wakalah
Wakalah merupakan isim masdar yang secara etimologis bermakna taukil, yaitu menyerahkan , mewakilkan, dan menjaga. Adapun makna secara terminologis yaitu mewakilkan yang dilakukan orang yang punya hak tasharuf tentang sesuatu yang boleh diwakilkan.
Wakalah di bolehkan berdasarkan dalil Al-Qur’an yaitu QS. At- Taubah: 60, QS. Al- Kahfi: 19, dan Yusuf: 55. Berdasarkan dalil Hadits yaitu “Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang anshar untuk mengawinkan (Kabul perkawinan Nabi) dengan Maimunah r.a.” (HR. Malik dan al-Muwaththa’). Dan berdasarkan dalil ijma’ yaitu para ulama pun sepakat dengan ijma’ atas dibolehkannya wakalah.
Rukun wakalah ada tiga yaitu dua orang yang melakukan transaksi, shighat (ijab kabul), dan muwakal fih (sesuatu yang diwakilkan). Syarat-syarat muwakkil (orang yang mewakilkan)yaitu pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan, dan orang mukallaf atau mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni hal-hal yang bermamfaat baginya seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima sedekah, dan sebagainya. Sedangkan syarat-syarat wakil (orang yang mewakili) yaitu cakap hukum, dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan terhadapnya, dan wakil adalah orang yang diberi amanat.




DAFTAR PUSTAKA


Al-Fauzan, Saleh. Fiqih Sehari-Hari. Jakarta: Gema Insani, 2005.
Al-Jazairi, Abu Bakr Jabir. Minhajul Muslim. Jakarta: Darul Falah, 2001.
Antonio, Muhammad Syafi’i. Islamic Banking Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani, 2001.
Djuwani, Dimyauddin. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Karim, Helmi. Fiqh Muamalah. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002.
Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana, 2012.
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap). Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012.
Syarifuddin, Amir. Garis-Garis Besar Fiqih. Jakarta: Kencana, 2010.


[1] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 222.
[2] Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, Minhajul Muslim, (Jakarta: Darul Falah, 2001), h. 545.
[3] Saleh al-Fauzan, Fiqih Sehari-Hari, (Jakarta: Gema Insani, 2005), h. 410.
[4] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2012), hh. 333-334.
[5] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap), (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012), h. 299.
[6] Mardani, Op.Cit., h. 335.
[7] Abu Bakr Jabir al-Jazairi, Op.Cit., h. 546.
[8] Mardani, Op.Cit., hh. 340-342.
[9] Muhammad Syafi’i Antonio, Islamic Banking Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 133.
[10] Ibid., h. 133.
[11] Mardani, Op.Cit., h. 341.
[12] Ibid., h. 336.
[13] Ibid., h. 337.
[14] Mardani, Op.Cit., h. 300.
[15] Saleh al-Fauzan, Op.Cit., h. 428.
[16]Dimyauddin Djuwani, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 239.
[17] Helmi Karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), h. 20.
[18] Mardani, Op.Cit., hh. 305-306.
[19] Ibid., h. 300.
[20] Ibid., h. 306.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ungkapan Dalam Sabab Al-Nuzul dan Urgensi Sabab Al-Nuzul

Al-Qur'an Sebagai Sumber Hukum dan Dalil Hukum